Sambo Dituntut Penjara Seumur Hidup
Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup hari ini. Sambo diyakini jaksa bersama-sama dengan terdakwa lain melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir N Yosua Hutabarat dan merusak barang bukti elektronik terkait pembunuhan Yosua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menuntut supaya majelis hakim PN Jaksel yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," kata jaksa saat membacakan tuntutan di PN Jaksel, Selasa (17/1/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup, " imbuhnya.
Sambo diyakini jaksa melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga diyakini melanggar pasal 49 juncto pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jaksa menilai tidak ada alasan pemaaf maupun pembenar atas perbuatan yang dilakukan Sambo. Jaksa menyatakan Sambo harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Sementara itu, Kuat Ma'ruf, dituntut 8 tahun penjara. Kuat diyakini jaksa bersama-sama dengan Ferdy Sambo dkk melakukan pembunuhan berencana Brigadir N Yosua Hutabarat.
Sedangkan Ricky dituntut 8 tahun penjara. Ricky diyakini jaksa bersama-sama dengan Ferdy Sambo dkk melakukan pembunuhan berencana Brigadir N Yosua Hutabarat.
Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo menghadapi sidang vonis kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada hari ini, Senin (13/2).
Di sidang sebelumnya, jaksa menuntut agar Ferdy Sambo dihukum dengan penjara seumur hidup karena diduga melakukan pembunuhan terhadap Brigadir J serta merusak barang bukti.
Jaksa menganggap tindakan Sambo melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sambo juga dinilai melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam perkara pembunuhan berencana, Sambo didakwa bersama Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E), Ricky Rizal (Bripka RR) dan Kuat Ma'ruf.
Putri Candrawathi adalah istri dari Sambo. Sementara itu baik Bripka RR, Bharada E, maupun Brigadir J adalah ajudan Sambo kala menjabat Kadiv Propam Polri. Lalu Kuat Ma'ruf adalah sopir keluarga Sambo.
Pembunuhan terhadap Brigadir J terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo nomor 46 di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Bharada E dan Sambo disebut menembak Brigadir J.
Sambo lalu merekayasa kematian Brigadir J dengan membuat narasi bahwa ajudannya itu tewas akibat baku tembak dengan Bharada E.
Dia membuat cerita bahwa insiden itu bermula ketika Brigadir J melakukan pelecehan seksual terhadap istrinya, Putri Candrawathi.
Setelah Brigadir J tewas, Sambo kemudian membersihkan tempat kejadian perkara (TKP) dan menghilangkan sejumlah barang bukti dengan melibatkan lebih dari 90 polisi untuk menyempurnakan narasi palsu yang dibuat.
Kejanggalan kasus tersebut menjadi pembicaraan publik usai pihak keluarga Brigadir J curiga dengan jenazah.
Hingga kemudian, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo lalu membentuk tim khusus untuk mendalami kasus penembakan terhadap Brigadir J.
Usai pembentukan tim khusus itu, rekayasa kasus yang dirancang Sambo terbongkar. Brigadir J tidak mati akibat baku tembak, melainkan dibunuh.
Kasus lalu ditangani Mabes Polri hingga masuk persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Di pengadilan, Sambo mengaku marah saat mendengar laporan bahwa Putri dilecehkan Brigadir J saat berada di Magelang, Jawa Tengah pada Kamis, 7 Juli 2022. Menurut Sambo, laporan itu diperoleh langsung dari Putri.
Sambo pun merasa harkat dan martabatnya telah diinjak-injak oleh Brigadir J yang merupakan ajudan pribadinya.
Atas dasar itu, Sambo mengaku memanggil Bharada E dan Ricky Rizal untuk merencanakan pembunuhan Brigadir J.
Kendati demikian, majelis hakim dan jaksa meragukan keterangan Sambo. Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso mengaku heran lantaran Sambo tak mengajak Putri melakukan visum usai mendengar peristiwa pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J.
Padahal menurut hakim, Sambo merupakan anggota Polri yang memiliki pengalaman mumpuni di bidang Reserse dan Kriminal (Reskrim).
Jaksa pun menganggap tak ada pelecehan seksual yang dialami Putri. Hal itu disimpulkan dari sikap Sambo yang tidak meminta Putri untuk visum dan masih membiarkan istrinya bersama Brigadir J berada dalam satu mobil dari Magelang ke Jakarta.
Jaksa menilai dalam kasus dugaan pembunuhan berencana, motif tidak lagi menjadi fokus perkara lantaran tak spesifik. Jaksa pun meyakini Sambo melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Jaksa menyoroti momen Sambo yang masih sempat melakukan kegiatan badminton usai mendengar peristiwa pelecehan seksual yang dialami Putri. Menurutnya, tindakan itu menunjukkan bahwa Sambo telah merencanakan pembunuhan Brigadir J.
"Tindakan terdakwa Ferdy Sambo yang masih sempat main badminton, sudah menunjukkan adanya perencanaan," kata jaksa.
Dalam pembacaan tuntutan dari Jaksa untuk Ferdy Sambo, JPU meyakini Ferdy Sambo bersalah dan secara sadar membunuh Brigadir J.
Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Ferdy Sambo disebut menembak Brigadir J sebanyak dua kali pada bagian kepala sesaat setelah korban mengerang kesakitan.
Dalam pembacaan tuntutan untuk Ferdy Sambo, JPU meyakini Ferdy Sambo bersalah dan secara sadar membunuh Brigadir J di bekas rumah dinasnya di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 silam.
“Bahwa dari fakta hukum, jelas terlihat cukup waktu bagi terdakwa untuk berfikir dan menimbang-nimbang pembunuhan yang dilakukan, yaitu setidak-tidaknya selama perjalanan menuju pelaksanaan menghilangkan nyawa Nofriansyah Yosua Hutabarat bahwa sampai menghilangkan bukti,” kata JPU Rudy Irmawan, Selasa (17/1) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Jaksa mengungkapkan, salah satu fakta yang menunjukkan hal tersebut adalah Ferdy Sambo berusaha menghilangkan sejumlah barang bukti setelah menembak Brigadir J. Jaksa mengatakan Ferdy Sambo kedapatan mengelap senjata yang digunakannya untuk membunuh Brigadir J.
“Terdakwa Ferdy Sambo mengelap senjata untuk menghilangkan barang bukti berupa sidik jari,” terang Jaksa.
Jaksa juga meyakini bahwa Ferdy Sambo dalam kondisi tenang atau emosional saat membunuh Brigadir J pada waktu yang cukup tidak terlalu panjang.
Ferdy Sambo dituntut jaksa dengan hukuman seumur hidup penjara. Apa yang dimaksud dengan hukuman penjara seumur hidup?
Aturan seumur hidup ini diatur dalam Pasal 10, 11, dan 12 KUHP. Pasal 10 menyebutkan:
Dalam Pasal 12 ayat 1 disebutkan bahwa pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu. Dan ditegaskan lagi dalam Pasal 12 ayat 4 yang menyatakan bahwa pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.
Redaksi detikcom pernah mewawancarai guru besar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Dr Hibnu Nugroho, mengenai hal ini. Saat itu Hibnu menegaskan bila hukuman pidana penjara seumur hidup adalah hukuman penjara hingga si terpidana meninggal dunia di dalam penjara.
"Seumur hidup artinya menjalani sampai mati berada di penjara," kata Prof Hibnu.
Sejumlah orang ada yang menafsirkan hukuman seumur adalah terpidana menjalani penjara sebagaimana umur saat ia dihukum. Contohnya usia terdakwa saat divonis berusia 56 tahun, maka ia harus menjalani hukuman 56 tahun penjara. Penafsiran itu adalah salah.
"Seumur hidup ya sampai terpidana mati di penjara," tegas Hibnu.
Ferdy Sambo Dituntut Seumur Hidup
Sebelumnya, Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup. Sambo diyakini jaksa bersama-sama dengan terdakwa lain melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir N Yosua Hutabarat dan merusak barang bukti elektronik terkait pembunuhan Yosua.
"Menuntut supaya majelis hakim PN Jaksel yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," kata jaksa saat membacakan tuntutan di PN Jaksel, Selasa (17/1/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup, " imbuhnya.
Mantan Kadiv Propam Polri itu diyakini jaksa melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga diyakini melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jaksa menilai tidak ada alasan pemaaf maupun pembenar atas perbuatan yang dilakukan Sambo. Jaksa menyatakan Sambo harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Hal memberatkan Sambo adalah menghilangkan nyawa Yosua, berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatan, serta perbuatannya telah mencoreng institusi Polri hingga membuat banyak anggota Polri terlibat. Sementara itu, tidak ada hal meringankan pada diri Sambo.
Baca selengkapnya di: detik.com
Ferdy Sambo Dituntut Seumur Hidup Bui, Artinya Sampai Mati di Penjara
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua dengan salah satu terdakwa, Ferdy Sambo telah memasuki babak fase terakhir. Babak terakhir tersebut dapat dilihat melalui munculnya putusan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum atau JPU yang menuntut tuntutan pidana penjara seumur hidup kepada Ferdy Sambo.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU pada sidang Selasa 17 Januari 2023, setelah melalui drama panjang persidangan hingga pada akhirnya tuntutan hukuman seumur hidup tersebut dijatuhkan pada Ferdy Sambo atas upayanya dengan lima orang lainnya, yakni Putri Candrawathi selaku istri Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf selaku asisten rumah tangga Sambo dan Putri, Ricky Rizal dan Richard Eliezer Pudihang selaku bawahan dan ajudan Sambo di kepolisian.
Baca: Ferdy Sambo Dituntut Penjara Seumur Hidup, Jaksa Tak Sebutkan Hal yang Meringankan
Tuntutan penjara seumur hidup tersebut dinilai setimpal oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Azhar Syahputra, karena perbuatan yang dilakukan oleh Sambo dan kawan-kawannya, serta dengan posisi yang dimiliki oleh Sambo saat ini dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan yang luar biasa.
Menurut Azhar Syahputra bahwa hukuman tersebut telah memenuhi aspek dan nilai keadilan, karena hukuman seumur hidup juga berarti mengurung seseorang dari mulai masa awal penahanan hingga meninggal dunia, dengan kata lain hukuman mati yang dikurung di penjara.
"Dengan tuntutan ini, berarti kemerdekaan Sambo sebagai individu telah direnggut hingga ajal menjemput. Jadi hukuman seumur hidup ini merupakan suatu alternatif dari hukuman mati," ujar Azhar.
Bunyi Hukuman Seumur Hidup
Namun, masih terdapat banyak salah penafsiran di tengah masyarakat mengenai arti dari pidana penjara seumur hidup. Melalui pandangan masyarakat awam, pemahaman yang didapatkan yakni pidana penjara selama sama dengan umur terpidana ketika dijatuhi tuntutan tersebut, dengan kata lain misalnya ada seorang terpidana berumur 20 tahun yang dipidana seumur hidup, maka lama kurungan terpidana tersebut adalah 20 tahun, pemahan seperti hal demikian dapat dikatakan salah jika merujuk pada KUHP atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Pidana penjara seumur hidup merupakan satu dari dua variasi hukuman yang diatur dalam Pasal 12 ayat 1 KUHP, yang berbunyi "Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu." Kemudian, masih dalam pasal yang sama tetapi dengan ayat yang berbeda, yakni Pasal 12 ayat 4 menyatakan
"Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi 20 tahun." Melalui bunyi pasal tersebut, dapat dipahami bahwa pidana penjara seumur hidup berarti pidana penjara selama terpidana masih hidup hingga meninggal, ketentuan tersebut sekaligus menolak pendapat yang menyatakan bahwa hukuman penjara seumur hidup merupakan hukuman penjara atau kurungan yang dijalani selama masa usia terpidana ketika vonis dijatuhkan.
Kesalahan penafsiran tersebut tentunya melanggar ketentuan Pasal 12 ayat 4 KUHP seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa lamanya hukuman yang dijalani oleh terpidana melebihi batasan hukuman maksimal 20 tahun. Padahal menurut dasar hukum serta logika berpikir hukum, dapat dipahami bahwa penjara seumur hidup adalah penjara sepanjang terpidana masih hidup, dan hukumannya baru berakhir ketika terpidana meninggal dunia.
Dengan kata lain, tuntutan hukuman seumur hidup yang dibacakan oleh JPU terhadap Ferdy Sambo pada sidang Selasa 17 Januari 2023, berarti bahwa Sambo akan dihukum dengan sanksi kurungan dan hukumannya baru akan selesai ketika Sambo sebagai pihak yang dijatuhi tuntutan telah meninggal dunia.
Baca juga: Pakar Hukum Anggap Tuntutan Penjara Seumur Hidup Ferdy Sambo Sudah Tepat
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ferdy Sambo disebut terbukti dalam obstruction of justice pembunuhan Brigadir Yosua
Selain menjadi otak pembunuhan Brigadir Yosua, Sambo juga disebut terbukti melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice dalam perkara ini. Dia disebut secara sengaja menciptakan skenario palsu pembunuhan Yosua.
Selain itu, Sambo juga disebut sebagai otak dalam penghilangan alat bukti berupa rekaman kamera keamanan alias CCTV di lingkungan rumah dinasnya di Komplek Polri Duren Tiga. Dalam perkara obstruction of justice ini, Ferdy Sambo menyeret enam orang anak buahnya ke meja hijau, yaitu: Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo dan AKP Irfan Widyanto.
Tuntutan terhadap Ferdy Sambo itu jauh lebih berat ketimbang yang diajukan jaksa penuntut umum kepada dua terdakwa lainnya, Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal. Dalam sidang Senin kemarin, 16 Januari 2023, Kuat dan Ricky hanya mendapatkan tuntutan delapan tahun penjara. Dua terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua lainnya yang akan menjalani sidang tuntutan adalah Putri Candrawathi dan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu.
Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo bungkam usai dituntut penjara seumur hidup oleh jaksa penuntut umum dalam kasus pembunuhan berencana dan obstruction of justice terhadap kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Pantauan CNNIndonesia.com di lokasi, Sambo keluar meninggalkan ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pukul 12.48 WIB. Ia langsung dikelilingi oleh anggota Brigade Mobile (Brimob) lengkap dengan senjata laras panjang.
Sambo lantas dicecar oleh awak media mengenai tuntutan penjara seumur hidup yang diberikan jaksa penuntut umum, namun ia tak meresponsnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, Sambo juga bungkam saat ditanya mengenai analisis jaksa penuntut umum ihwal perselingkuhan antara istrinya, Putri Candrawathi dengan Brigadir J di Magelang, Jawa Tengah pada 7 Juli lalu.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Sambo kemudian mengenakan rompi tahanan merah dengan nomor 01 dan borgol di tangannya. Ia lalu bergegas meninggalkan ruang sidang utama dengan dikawal ketat oleh anggota Brimob.
Sambo dituntut hukuman pidana seumur hidup karena dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J serta merusak barang bukti elektronik terkait pembunuhan Brigadir J.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup," ujar jaksa saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1).
Sambo dinilai terbukti melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Ia juga nilai melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Ferdy Sambo bersama Putri Candrawathi, serta Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Sebelumnya, terdakwa Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal telah dituntut pidana delapan tahun penjara dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Dalam berkas tuntutan Kuat Ma'ruf, jaksa penuntut umum menyatakan tak ada pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi di rumah Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022.
Menurut jaksa, peristiwa yang terjadi justru perselingkuhan antara Brigadir J dengan Putri. Kesimpulan itu berdasarkan keterangan sejumlah saksi, salah satunya Kuat Ma'ruf.
Oleh Jhon Rico, Selasa, 17 Januari 2023 | 19:13 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 435
Jakarta, InfoPublik - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ferdy Sambo dihukum pidana penjara seumur hidup dalam kasus dugaan pembunuhan berencana dan obstruction of justice atau perintangan penyidikan kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Hal ini disampaikan jaksa saat membacakan dokumen tuntutan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (17/1/2023).
Dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Syarief Sulaeman Nahdi menjelaskan, bahwa Jaksa Penuntut Umum menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan primer Pasal 340 KUHPidana jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan telah terbukti secara sah melakukan tindakan yang berakibat terganggunya sistem eletronik menjadi tidak bekerja secara bersama- sama sebagaimana mestinya.
Hal ini melanggar pasal 49 Jo pasal 33 Undang-Undang nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang- Undang nomor 11 tahun 2008 tentang transaksi elektronik Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primair dan dakwaan kedua primair.
Bahwa Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup dan menjalani tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan.
Bahwa adapun hal- hal yang memberatkan dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum antara lain, terdakwa mengakibatkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dan duka yang mendalam bagi keluarga korban.
Terdakwa berbelit- belit, tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatannya dalam memberikan keterangan di depan persidangan.
Akibat perbuatan terdakwa, menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat.
Perbuatan terdakwa pun tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai Aparatur Penegak Hukum dan petinggi Polri.
Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional.
Kemudian, perbuatan terdakwa pun telah menyebabkan banyaknya anggota Polri lainnya turut terlibat. Bahwa tidak ada hal- hal yang meringankan dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber infopublik.id
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mendapatkan tuntutan pidana penjara seumur hidup dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua. Jaksa tak menyebutkan satu pun hal yang meringankan Sambo dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 17 Januari 2023.
Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Sambo terbukti melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dia disebut secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup," ujar jaksa.
Hal yang memberatkan Ferdy Sambo
Jaksa mengungkapkan hal yang memberatkan Sambo yaitu mengakibatkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dan duka yang mendalam bagi keluarga korban.
Selain itu, Sambo pun dinilai berbeli-belit dan tidak mengakui perbuatannya dalam memberikan keterangan di persidangan. Kemudian, perbuatan Sambo menimbulkan keresahan di masyarakat, mencoreng Polri, dan melibatkan banyak aparat. Jaksa tak menyebutkan satu pun alasan meringankan bagi Ferdy Sambo dalam perkara ini.
Momen Menarik di Persidangan
Sederet momen menarik juga terjadi dalam persidangan Sambo dkk. Dari Sambo yang memeluk dan mencium sang istri saat bertemu di persidangan, hingga asisten rumah tangga (ART) mereka yang memeluk dan mencium tangan saat bersaksi di pengadilan.