Hukum Asal Perlombaan Dalam Islam
Poin pertama yang akan kami bahas adalah hukum asal perlombaan dalam islam. Sekedar perlombaan, yaitu bersaing dengan orang lain dalam suatu hal dan berusaha lebih dari yang lain ini tentu hukum asalnya mubah (boleh). Yang menjadi permasalahan adalah ketika dalam lomba tersebut terdapat taruhan atau hadiah. Adapun sekedar lomba tanpa taruhan dan hadiah, hukum asalnya boleh. Karena perlombaan merupakan perkara muamalah. Kaidah fiqhiyyah mengatakan:
الأصل في المعاملات الحِلُّ
“Hukum asal perkara muamalah adalah halal (boleh)”.
Selain itu, para ulama ketika membahas masalah musabaqah, umumnya mereka mengidentikkan dengan perlombaan yang melatih orang agar siap untuk berjihad. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
السباق بالخيل والرمي بالنبل ونحوه من آلات الحرب مما أمر الله به ورسوله مما يعين على الجهاد في سبيل الله
“Perlombaan kuda, melempar, memanah dan semisalnya merupakan alat-alat untuk berperang yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk membantu jihad fi sabilillah” (dinukil dari Al Mulakhas Al Fiqhi, 2/156).
Oleh karena itu diantara dalil tentang disyariatkannya lomba adalah dalil-dalil yang memerintahkan umat Islam untuk melatih diri sehingga siap untuk berjihad fi sabilillah. Diantaranya Allah Ta’ala berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi” (QS. Al Anfal: 60).
Dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir radhiallahu’anhu:
سمعتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ، وهو على المنبرِ ، يقول وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ . ألا إنَّ القوةَ الرميُ . ألا إنَّ القوةَ الرميُ . ألا إنَّ القوةَ الرميُ
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkhutbah di atas mimbar. Tentang ayat ‘dan persiapkanlah bagi mereka al quwwah (kekuatan) yang kalian mampu‘ (QS. Al Anfal: 60) Rasulullah bersabda: ‘ketahuilah bahwa al quwwah itu adalah skill menembak (sampai 3 kali)’” (HR. Muslim no. 1917).
Imam Nawawi ketika menjelaskan hadits:
ألا إنَّ القوةَ الرميُ
“Ketahuilah bahwa al quwwah itu adalah skill menembak.”
Beliau menjelaskan: “Dalam hadits ini dan hadits-hadits lain yang semakna ada keutamaan skill menembak serta keutamaan skill militer, juga anjuran untuk memberi perhatian pada hal tersebut dengan niat untuk jihad fii sabiilillah. Termasuk juga latihan keberanian dan latihan penggunaan segala jenis senjata. Juga perlombaan kuda, serta hal-hal lain yang sudah dijelaskan sebelumnya. Maksud dari semua ini adalah untuk latihan perang, mengasah skill dan mengolah-ragakan badan.” (Syarh Shahih Muslim, 4/57).
Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
اللهْوُ في ثلاثٍ : تأديبُ فرَسِكَ ، و رمْيُكَ بِقوسِكِ ، و مُلاعَبَتُكَ أهلَكَ
“Lahwun (yang bermanfaat) itu ada tiga: engkau menjinakkan kudamu, engkau menembak panahmu, engkau bermain-main dengan keluargamu” (HR. Ishaq bin Ibrahim Al Qurrab [wafat 429H] dalam Fadhail Ar Ramyi no.13 dari sahabat Abud Darda’, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 5498).
Nabi shallallahu’alaihi wasallam pernah berlomba lari dengan Aisyah radhiallahu’anha. Ia berkata:
سَابَقَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَبَقْتُهُ حَتَّى إِذَا رَهِقَنَا اللَّحْمُ سَابَقَنِي فَسَبَقَنِي فَقَالَ : هَذِهِ بِتِيكِ
“Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengajakku berlomba lari lalu aku mengalahkan beliau. Hingga suatu ketika ketika aku sudah lebih gemuk beliau mengajakku berlomba lari lalu beliau mengalahkanku. Beliau lalu berkata: ‘ini untuk membalas yang kekalahan dulu’” (QS. An Nasa-i no. 7708, Abu Daud no. 2257, dishahihkan Al Albani dalam Al Irwa’ [5/327]).
Dan dalil-dalil yang lain yang menunjukkan bolehnya dan bahkan dianjurkannya perlombaan memanah, berkuda, dan melempar (skill menembak). Itulah hukum asal perlombaan dalam islam.
Baca Juga: Mari Berlomba Meraih Shaf Pertama
Hukum Sedekah Uang Riba /Bunga Bank Untuk Masjid?
Dengan mengambil pendapat ulama yang membolehkan mengambil riba di bank, pertanyaan selanjutnya, bolehkan menyalurkan riba tersebut untuk kegiatan sosial keagamaan, seperti membangun masjid, pesantren atau kegiatan dakwah lainnya?
Baca Juga : Cara menghitung zakat mal yang praktis
Pendapat pertama, tidak boleh menggunakan uang riba untuk kegiatan keagamaan. Uang riba hanya boleh disalurkan untuk fasilitas umum atau diberikan kepada fakir miskin. Pedapat ini dipilih oleh Lajnah Daimah (Komite tetap untuk fatwa dan penelitian) Arab Saudi. Sebagaimana dinyatakan dalam fatwa no. 16576.
Pendapat ini juga difatwakan Penasihat Syariah Baitut Tamwil (Lembaga Keuangan) Kuwait. Dalam fatwanya no. 42. Mereka beralasan mendirikan masjid harus bersumber dari harta yang suci. Sementara harta riba statusnya haram.
Pendapat kedua, boleh menggunakan bunga bank untuk membangun masjid. Karena bunga bank bisa dimanfaatkan oleh semua masyarakat. Jika boleh digunakan untuk kepentingan umum, tentu saja untuk kepentingan keagamaan tidak jadi masalah. Di antara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Abdullah bin Jibrin. Sebagaimana dikutip dalam Fatawa Islamiyah, 2:885
Perlu diperhatikan bahwa bunga bank yang ada di rekening nasabah, sama sekali bukan hartanya. Karena itu, dia tidak boleh menggunakan uang tersebut, yang manfaatnya kembali kepada dirinya, apapun bentuknya. Bahkan walaupun berupa pujian. Oleh sebab itu, ketika Anda hendak menyalurkan harta riba, pastikan bahwa Anda tidak akan mendapatkan pujian dari tindakan itu. Mungkin bisa Anda serahkan secara diam-diam, atau Anda jelaskan bahwa itu bukan uang Anda, atau itu uang riba, sehingga penerima yakin bahwa itu bukan amal baik Anda.
Dapat disimpulkan bahwa bunga bank itu riba dan hukumnya haram, sehingga itu bukan hak kita dan tidak boleh kita konsumsi. Adapun jika diambil untuk disedekahkan boleh. Hanya saja harta riba itu akan dimanfaatkan untuk fasilitas umum yang bisa digunakan oleh banyak orang. Hukum sedekah uang riba juga pernah dibahas juga oleh ustad Abdul shomad:
“Riba itu haram, kotor sehingga seseorang tidak bisa mencuci pakaian najis menggunakan air kencing yang najis agar pakaian tersebut menjadi suci. Yang dapat digunakan untuk mensucikan pakaian najis hanyalah air yang dapat mensucikan.”
Uang haram dipakai untuk ibadah haji, maka hajinya tidak diterima oleh Allah SWT dan tidak akan pernah menjadi haji yang mabrur.
“Islam mengajarkan bersih awalnya, bersih tengahnya, bersih ujungnya,” jelas Ustadz Abdul Somad.
Dengan demikian tidak ada lagi alasan seseorang sengaja menghasilkan uang haram untuk niat sedekah di jalan Allah, karena Allah tidak akan menerimanya.
Baca Juga: Cara menghitung zakat penghasilan
https://konsultasisyariah.com/ dan rumaysho.com
Muslim Terkini.com - Ulasan berikut akan menyajikan hukum taruhan tanpa uang dalam Islam, disajikan dalam bentuk artikel yang akan membahas tentang hukum taruhan tanpa uang boleh atau tidak dalam pandangan Islam.
Acapkali kita melihat di tengah- tengah masyarakat praktek taruhan, baik taruhan yang bersifat bersyarat atau pun hanya sekedar permainan saja.
Bagaimana Islam memandang sebuah taruhan yang tidak berisikan syarat tertentu atau tanpa ada permainan uang di taruhan tersebut ?
Mari kita simak penjelasan berikut yang kami nukil dari pandangan para ulama yang menyebutkan taruhan dengan bahasa agama yakni (maysir).
Baca Juga: Surat Al Baqarah Ayat 219 Arab Latin dan Artinya, Tentang Teka Teki Meminum Khamar dan Judi
Bismillahirrahmanirrahim
BAGAIMAN HUKUM TARUHAN TANPA UANG DALAM ISLAM?
Islam memandang taruhan dengan bahasa Alquran yakni ميسر ( taruhan/ permainan)yang kata tersebut langsung Allah SWT yang menyebutnya dalam surat Al Maidah ayat 90.
Taruhan adalah sesuatu kegiatan dimana saja dan bersepakat diantar keduanya, untuk menentukan menang dan kalah.
Baca Juga: Taruhan dalam Pertandingan Sepak Bola Hukumnya Berdasarkan Alquran Hadits dan Ulama, Ternyata Begini
Berikut pendapat para Ulama menyikapi masalah taruhan (maysir):
Ibnu Utsaimin mengatakan, “Karena engkau dihadapkan pada pilihan antara untung ataukah tidak rugi, maka tidak ada taruhan (qimar) di dalamnya.” (Liqa’ al-Bab al-Maftuh: 201/30, Maktabah Syamilah).
Al-Majma’ al-Fikih al-Islami, mengatakan : “Setiap peserta dihadapkan kepada dua pilihan, untung dengan mendapatkan hadiah atau rugi karena kehilangan uang yang telah diserahkan, inilah tolak ukur taruhan yang haram.” (Taudhih al-Ahkam: 4/351) Imam Malik berkata, “Maisir itu ada dua macam,
1. Maysir lahwi (maisir berupa permainan)
2. Maysir qimar (maisir berupa taruhan)
YOGYAKARTA- Kajian jelang berbuka di masjid Islamic Center UAD pada hari Sabtu (30/03) membahas tema tentang hukum dan Islam yang disampaikan oleh M. Habibi Miftakhul Marwa SHI, MH (Dosen Fakultas Hukum UAD) selaku pemateri.
Mengutip dari Rene David guru besar hukum dan ekonomi universitas Paris, Habibi menyampaikan bahwa tidak mungkin orang memperoleh gambaran yang jelas tentang Islam sebagai suatu kebulatan, jika orang tidak mempelajari hukumnya. Kemudian kerangka dalam Islam itu ada 3, yaitu akidah, syariah dan akhlak. Akidah berbicara tentang keyakinan dan keimanan serta bagaimana tentang ketauhidan. Syariah adalah sistem hukum yang ada di dalam ajaran agama Islam. Syariah merupakan kumpulan norma ilahi yang Allah turunkan kepada umat manusia. Akhlak secara garis besar adalah sistem etika dan moral yang ada di dalam ajaran agama Islam. Antara ketiga kerangka tersebut terdapat satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan. Islam memiliki kumpulan aturan yang lengkap hampir bisa dikatakan setiap aktivitas yang ada di dalam kehidupan manusia ini Islam memiliki sistem aturan. Aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah dalam syariat itu ada aturan yang mengatur terkait tata cara beribadah dan membangun hubungan dengan Allah SWT. Islam juga mengatur tata cara membangun hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam yang disebut dengan muamalah.
Kemudian Habibi juga menjelaskan terkait perbedaan syariat dan hukum. Di mana syariat itu adalah kumpulan norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT (ibadah), hubungan manusia dengan manusia dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan (muamalah).
Dan hukum merupakan suatu kumpulan aturan yang dapat dilaksanakan untuk mengatur atau mengatur masyarakat atau aturan apapun yang dibuat sebagai suatu aturan hukum seperti aturan dari perlemen. Manusia harus di atur agar manusia bisa hidup tertib agar tidak terjadi konflik. Dia juga menyampaikan bisa disebut hukum apabila memenuhi 4 unsur yaitu ada aturan, ada yang membuat, bersifat memaksa, ada sanksinya bagi para pelanggar aturan.
“Kedudukan hukum dalam Islam saling terikat karena Islam menjadi agama paripurna yang berisi aturan-aturan dan yang menjadi sumber hukum utama dalam Islam adalah Alquran dan hadis. Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin hukum umat Islam.” Terangnya.
Dalam Alquran memiliki kandungan hukum, seperti pada surat surat madaniyah kandungannya berkaitan dengan hukum. Ayat-ayat hukum di dalam Alquran ada sekitar 368 ayat atau sekitar 5,8 persen dari seluruh ayat di dalam Alquran. Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin hukum telah meletakkan hukum-hukum modern di tengah masyarakat arab yang masih jahiliah. Nabi Muhammad datang membawa perubahan terkait sistem hukum yang ada di Arab pra Islam. (Ekha Yulia Ningsih)
Pernikahan dalam Islam adalah salah satu institusi yang paling penting dalam kehidupan umat Muslim. Menurut ajaran Islam, pernikahan dianggap sebagai ikatan suci antara seorang pria dan seorang wanita yang saling mencintai dan ingin membangun kehidupan bersama. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa aspek hukum pernikahan dalam Islam.
Sebelum menikah, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon suami dan istri dalam Islam. Pertama-tama, keduanya harus memiliki kemampuan untuk menikah. Hal ini berarti bahwa mereka harus memiliki kesehatan yang cukup, kecukupan ekonomi, dan kemampuan mental dan emosional untuk menjalani kehidupan pernikahan.
Selain itu, dalam Islam, seorang pria dapat menikah dengan wanita Muslim, wanita Yahudi atau Kristen yang hidup dalam lingkungan Islam atau agama lain yang diakui oleh Islam. Namun, seorang wanita Muslim hanya dapat menikah dengan pria Muslim.
Proses pernikahan dalam Islam terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah lamaran, di mana calon suami mengajukan permohonan kepada calon istri untuk menikah. Kemudian, jika permohonan tersebut diterima, proses pernikahan dilanjutkan dengan upacara ijab kabul, di mana pihak calon suami mengucapkan janji nikah dan pihak calon istri menerima dengan mengucapkan kata “qabul”.
Setelah proses ijab kabul selesai, proses pernikahan dilanjutkan dengan akad nikah, di mana pernikahan diresmikan dengan menandatangani kontrak pernikahan atau akad nikah. Akad nikah ini dilakukan oleh seorang imam atau hakim di hadapan saksi-saksi yang sah.
Dalam Islam, suami dan istri memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjalani kehidupan pernikahan. Suami harus memberikan nafkah dan perlindungan kepada istri, sementara istri harus menaati suami dan membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Meskipun Islam memandang pernikahan sebagai institusi suci, namun dalam beberapa situasi perceraian dapat terjadi. Menurut ajaran Islam, perceraian dapat terjadi baik atas kesepakatan bersama antara suami dan istri maupun atas permintaan salah satu pihak.
Namun, sebelum melakukan perceraian, Islam mengajarkan bahwa suami dan istri harus melakukan upaya maksimal untuk memperbaiki hubungan mereka. Mereka harus mencoba untuk memperbaiki komunikasi dan menyelesaikan masalah yang terjadi di antara mereka.
Islam mengizinkan suami untuk memiliki hingga empat istri, asalkan dia dapat memberikan nafkah dan perlindungan kepada semua istri dan anak-anak mereka. Namun, poligami dalam Islam tidak dianjurkan, dan seorang suami harus memperlakukan semua istri dan anak-anak mereka dengan adil.
Perlombaan atau musabaqah telah menjadi bagian dari aktifitas manusia sejak dahulu hingga sekarang. Berbagai macam hal yang diperlombakan di masyarakat. Terkadang perlombaan juga disertai dengan adanya hadiah bagi pemenangnya. Bagaimana hukum perlombaan dalam islam?
Musabaqah dari as sabqu yang secara bahasa artinya:
القُدْمةُ في الجَرْي وفي كل شيء
“Berusaha lebih dahulu dalam menjalani sesuatu atau dalam setiap hal” (Lisaanul Arab).
Maka musabaqah artinya kegiatan yang berisi persaingan untuk berusaha lebih dari orang lain dalam suatu hal. Disebutkan dalam Al Mulakhas Al Fiqhi (2/155):
المسابقة: هي المجاراة بين حيوان وغيره، وكذا المسابقة بالسهام
“Musabaqah adalah mempersaingkan larinya hewan atau selainnya, demikian juga persaingan dalam keahlian memanah”.
Hukum Perlombaan Dengan Taruhan
Untuk lomba-lomba yang dibolehkan untuk diperlombakan, bolehkan ada taruhan? Sebelum membahas hukum perlombaan dengan taruhan dalam islam, maka perlu kita rinci mengenai jenis-jenis hadiah lomba. Hadiah lomba ditinjau dari penyedianya ada tiga macam:
1. Yang menyediakan hadiah adalah salah satu peserta lomba.
Semisal Fulan dan Alan berlomba. Maka Fulan mengatakan: “Kalau kamu bisa mengalahkan saya maka silakan ambil uang saya 100 dinar”. Maka ini hukumnya boleh dan hadiahnya halal.
Dijelaskan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (24/128):
إِذَا كَانَتِ الْمُسَابَقَةُ بَيْنَ اثْنَيْنِ أَوْ بَيْنَ فَرِيقَيْنِ أَخْرَجَ الْعِوَضَ أَحَدُ الْجَانِبَيْنِ الْمُتَسَابِقَيْنِ كَأَنْ يَقُول أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: إِنْ سَبَقْتَنِي فَلَكَ عَلَيَّ كَذَا، وَإِنْ سَبَقْتُكَ فَلاَ شَيْءَ لِي عَلَيْكَ. وَلاَ خِلاَفَ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ فِي جَوَازِ هَذَا
“Jika perlombaan dilakukan antara dua orang atau dua kelompok. Lalu salah satu peserta menyediakan hadiah, semisalnya ia mengatakan: “Jika engkau bisa mengalahkan saya, maka engkau bisa mendapatkan barang saya ini, kalau saya yang menang maka saya tidak mengambil apa-apa darimu”. Maka tidak ada khilaf di antara ulama bahwa ini dibolehkan”.
2. Yang menyediakan hadiah adalah penguasa atau orang lain di luar peserta lomba.
Semisal lomba yang diadakan pemerintah atau diadakan oleh perusahaan dan hadiah dari perusahaan, maka hukumnya boleh dan hadiahnya halal.
Dijelaskan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (24/128):
أَنْ يَكُونَ الْعِوَضُ مِنَ الإِْمَامِ أَوْ غَيْرِهِ مِنَ الرَّعِيَّةِ، وَهَذَا جَائِزٌ لاَ خِلاَفَ فِيهِ، سَوَاءٌ كَانَ مِنْ مَالِهِ أَوْ مِنْ بَيْتِ الْمَال؛ لانَّ فِي ذَلِكَ مَصْلَحَةً وَحَثًّا عَلَى تَعَلُّمِ الْجِهَادِ وَنَفْعًا لِلْمُسْلِمِينَ
“Jika hadiah disediakan oleh pemerintah atau dari masyarakat (yang tidak ikut lomba), maka ini dibolehkan tanpa ada khilaf di dalamnya. Baik dari harta pribadi penguasa atau dari Baitul Mal. Karena di dalamnya terdapat maslahah berupa motivasi bagi masyarakat untuk mempelajari berbagai ketangkasan untuk berjihad dan juga bisa bermanfaat bagi kaum Muslimin”.
3. Yang menyediakan hadiah adalah para peserta lomba.
Maka ini merupakan rihan atau murahanah (taruhan). Namun ulama khilaf apakah dibolehkan bagi lomba-lomba yang disyariatkan untuk dilakukan dengan taruhan dalam tiga pendapat:
Namun hadits ini derajatnya lemah. Dijelaskan kelemahannya oleh Al Bazzar (Musnad Al Bazzar, 14/229), Ibnu Adi (Al Kamil fid Du’afa, 4/416), Ibnu Taimiyah (Bayanud Dalil, 83), dan Ibnul Qayyim (Al Furusiyyah, 212).
Wallahu ta’ala a’lam pendapat yang rajih dalam pandangan kami adalah pendapat kedua. Karena dalam hadits disebutkan:
لا سبَقَ إلا في نَصلٍ أو خفٍّ أو حافرٍ
“Tidak boleh ada lomba (berhadiah), kecuali lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta”
Hadits ini menggunakan lafadz “laa sabaqa”. Sedangkan makna as sabaq secara bahasa adalah:
ما يجعل من المال رَهْناً على المُسابَقةِ
“Yang dipertaruhkan dalam perlombaan.” (Lisaanul ‘Arab).
Maka zhahir hadits ini menunjukkan bolehnya taruhan dalam tiga lomba yang disebutkan dalam hadits. Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:
لا يجوز الرهان إلا في مسائل ثلاث: في الخيل والإبل والمسابقة على الرمي، لقوله -صلى الله عليه وسلم-: “لا سبق إلا في نصل أو خف أو حافر”. هذا يجوز له المراهنة بالمال، يعني جعل مال لمن سبق بالرمي من أصاب الهدف أول، أو بالخيل أو بالإبل، من سبق يكون له كذا وكذا، هذا فعله النبي -صلى الله عليه وسلم- سابق بين الخيل وأعطى السبق
“Tidak diperbolehkan taruhan kecuali pada tiga lomba: balap kuda, balap unta dan memanah. Berdasarkan hadits Nabi shallallahu’alaihi wasallam: ‘Tidak boleh ada lomba, kecuali lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta’. Untuk lomba-lomba ini dibolehkan taruhan dengan harta. Yaitu ju’alah berupa harta bagi orang yang paling tepat sasaran ketika memanah atau paling awal sampai ketika balap kuda atau unta. Yang menang mendapatkan ini dan itu. Ini dilakukan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam lomba balap kuda, dan beliau memberikan hadiah.” (Sumber: https://binbaz.org.sa/old/28957).
Pendapat ini juga yang dikuatkan oleh Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta’ dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin.
Ini jika lomba yang diperlombakan termasuk lomba yang diizinkan oleh syariat sebagaimana telah dijelaskan. Jika lomba yang diperlombakan tidak termasuk lomba yang diizikan oleh syariat dan terdapat taruhan di sana maka hukumnya terlarang karena dua hal:
Allah Ta’ala berfirman melarang qimar dalam firman-Nya:
إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:
أما المسابقة بالأقدام أو بالمطارحة أو ما أشبه ذلك، هذا ما يجوز هذا يسمى قمار, ما يجوز, وكذلك لو جعل –مثلاً- من أصاب رقم كذا أو كذا يعطى سيارة أو يعطى كذا أو يعطى كذا، على أن يقدم كل واحد عشرين ريال أو خمسين ريال أو مئة ريال يقيد عندهم فمن أصاب الرقم الفلاني أخذ السيارة أو أخذ شيء آخر من المال هذا من القمار ما يجوز هذا
“Adapun (taruhan pada) perlombaan balap jalan atau lemparan atau semisalnya (yang tidak diizinkan syariat) ini tidak diperbolehkan. Inilah yang disebut qimar. Tidak diperbolehkan. Demikian juga misalnya orang yang membayar 20 riyal atau 50 riyal atau 100 riyal lalu mendapat kupon dan nomor kupon tertentu akan mendapatkan mobil atau hadiah yang lain, ini adalah qimar (judi) dan tidak diperbolehkan” (Sumber: https://binbaz.org.sa/old/28957).
Demikian, semoga bermanfaat bahasan hukum perlombaan dalam islam yang ringkas ini. Wabillahi at taufiq was sadaad.
Baca Juga: Judi dalam Kuis SMS Berhadiah
Penulis: Yulian Purnama
Artikel: Muslim.or.id
Hukum Lomba Dengan Hadiah
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا سبَقَ إلا في نَصلٍ أو خفٍّ أو حافرٍ
“Tidak boleh ada perlombaan berhadiah, kecuali lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta” (HR. Tirmidzi no. 1700, Abu Daud no. 2574, Ibnu Hibban no. 4690, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
Ibnu ‘Abidin rahimahullah mengatakan:
لَا تَجُوزُ الْمُسَابَقَةُ بِعِوَضٍ إلَّا فِي هَذِهِ الْأَجْنَاسِ الثَّلَاثَةِ
“Maksudnya, tidak diperbolehkan lomba dengan hadiah kecuali dalam tiga jenis lomba yang disebutkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 6/402).
Dari hadits ini, ulama sepakat bahwa lomba yang disebutkan dalam hadits maka hukumnya jika ada hadiahnya. Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah:
إِنْ كَانَتِ الْمُسَابَقَةُ بِجَائِزَةٍ فَقَدِ اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى مَشْرُوعِيَّتِهَا فِي الْخَيْل، وَالإبِل، وَالسَّهْمِ
“Jika lombanya berhadiah maka ulama sepakat ini disyariatkan dalam lomba berkuda, balap unta, dan memanah.” (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah , 15/80).
Adapun untuk selain lomba yang disebutkan dalam hadits, jumhur ulama mengatakan tidak diperbolehkan. Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah:
فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ السِّبَاقُ بِعِوَضٍ إِلاَّ فِي النَّصْل وَالْخُفِّ وَالْحَافِرِ، وَبِهَذَا قَال الزُّهْرِيُّ
“Jumhur fuqaha berpendapat bahwa tidak diperbolehkan perlombaan dengan hadiah kecuali lomba menanah, berkuda dan balap unta. Ini juga pendapat dari Az Zuhri.” (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah , 24/126).
Dan semua lomba yang bermanfaat untuk membantu jihad fi sabilillah, maka diqiyaskan dengan tiga lomba tersebut, sehingga dibolehkan mengambil hadiah dari lombanya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan: “Lomba yang berhadiah hukumnya haram kecuali yang diizinkan oleh syariat. Yaitu yang dijelaskan oleh sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam:
لا سبَقَ إلا في نَصلٍ أو خفٍّ أو حافرٍ
“Tidak boleh ada lomba (berhadiah), kecuali lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta.”
Maksudnya, tidak boleh ada iwadh (hadiah) pada lomba kecuali pada tiga hal ini. Adapun nashl, maksudnya adalah memanah. Dan khiff maksudnya adalah balap unta. Dan hafir artinya balap kuda. Dibolehkannya hadiah pada tiga lomba tersebut karena mereka merupakan hal yang membantu untuk berjihad fi sabilillah. Oleh karena itu kami katakan, semua perlombaan yang membantu untuk berjihad, baik berupa lomba menunggang hewan atau semisalnya, hukumnya boleh. Qiyas kepada unta, kuda dan memanah. Dan sebagian ulama juga memasukkan dalam hal ini perlombaan dalam ilmu syar’i, karena menuntut ilmu syar’i juga merupakan jihad fii sabilillah. Oleh karena itu perlombaan ilmu-ilmu syar’i dibolehkan dengan hadiah. Diantara yang memilih pendapat ini adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah” (https://www.youtube.com/watch?v=7xWSOcOWkXw)
Dengan demikian lomba yang diperbolehkan untuk mengambil hadiah adalah:
Adapun yang tidak termasuk dua kategori ini maka tidak boleh ada hadiah dalam perlombaan. Itulah hukum perlombaan dengan hadiah dalam islam.
Baca Juga: Melecut Semangat Untuk Menuntut Ilmu Syar’i dan Beramal Shalih
Hukum Mengambil Bunga Bank
Ulama sepakat bahwa bunga bank sejatinya adalah riba. Hanya saja mereka berbeda pendapat tentang hukum mengambil bunga tabungan di bank, untuk kemudian disalurkan ke berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.
Pendapat pertama, bunga bank wajib ditinggal dan sama sekali tidak boleh diambil. Di antara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin. Sebagaimana keterangan dalam banyak risalah beliau.
Suatu ketika Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Liqo’ Al Bab Al Maftuh, 109/9. Ada yang menanyakan pada beliau rahimahullah:
“Bagaimana pendapatmu mengenai penghasilan seseorang dari amal ribawi baik melalui bank ribawi atau dari beberapa serikat? Lalu bagaimana cara membebaskan diri dari riba semacam ini? Apakah boleh hasil riba tersebut diberikan pada berbagai amalan kebaikan seperti pembangunan masjid dan semacamnya atau untuk melunasi utang pada sebagian kaum muslimin, memberikan pada kerabat yang membutuhkan atau mungkin harta riba semacam ini dibiarkan begitu saja, tidak diambil sedikit pun? Jazakumullah khoiron.
Beliau rahimahullah menjawab: Adapun jika harta riba tersebut belum diambil, maka harta tersebut tidak halal untuk diambil dan harta riba tadi harus dibiarkan begitu saja. Karena Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut).” (QS. Al Baqarah: 278).
Maksudnya adalah tinggalkan sisa riba tersebut. … Siapa saja yang telah melakukan amalan ribawi, lalu dia tidak mengambil riba tersebut, maka dia wajib meninggalkan riba tersebut kemudian bertaubat pada Allah ‘azza wa jalla. Adapun jika seseorang telah mengambil riba tersebut karena tidak tahu bahwa itu riba dan tidak tahu bahwa riba itu haram, maka taubat akan menutupi kesalahan sebelumnya dan riba tersebut (sebelum datang larangan) telah menjadi miliknya. Hal ini berdasarkan firman Allah,
فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ
“Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan).” (QS. Al Baqarah: 275)
Adapun jika seseorang telah mengambil riba tersebut dan dia mengetahui bahwa riba tersebut haram, namun dia adalah orang yang lemah dalam hutang, sedikit ilmu, maka dia boleh bersedekah dengan riba tersebut. Bisa saja dia manfaatkan untuk membangun masjid, juga jika dia orang yang tidak mampu lunasi hutangnya, boleh untuk melunasi hutangnya, jika mau, boleh juga diserahkan pada kerabatnya yang membutuhkan. Ini semua adalah baik.
Pendapat kedua, dibolehkan mengambil bunga bank, untuk disalurkan ke kegiatan sosial kemasyarakatan. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Ibnu Jibrin, ketika ditanya tentang hukum menyalurkan bunga bank untuk para mujahid. Setelah menjelaskan larangan menabung di bank kecuali darurat, beliau menegaskan,
“….dia boleh mengambil keuntungan yang diberikan oleh bank, semacam bunga, namun jangan dimasukkan dan disimpan sebagai hartanya. Akan tetapi dia salurkan untuk kegiatan sosial, seperti diberikan kepada fakir miskin, mujahid, dan semacamnya. Tindakan ini lebih baik dari pada meninggalkannya di bank, yang nantinya akan dimanfaatkan untuk membangun gereja, menyokong misi kekafiran, dan menghalangi dakwah Islam…” (Fatawa Islamiyah, 2:884)
Bahkan Syaikh Muhammad Ali Farkus dalam keterangannya menjelaskan, “Bunga yang diberikan bank, statusnya haram. Boleh disalurkan untuk kemaslahatan umum kaum muslimin dengan niat sedekah atas nama orang yang dizalimi (baca: nasabah). Demikian juga boleh disalurkan untuk semua kegiatan yang bermanfaat bagi kaum muslimin, termasuk diberikan kepada fakir miskin.
Karena semua harta haram, jika tidak diketahui siapa pemiliknya atau keluarga pemiliknya maka hukum harta ini menjadi milik umum, dimana setiap orang berhak mendapatkannya, sehingga digunakan untuk kepentingan umum. Allahu a’lam.
%PDF-1.7 %âãÏÓ 1 0 obj <> endobj 2 0 obj <> endobj 3 0 obj <> >> /Parent 20 0 R /MediaBox [0 0 595.3500 841.9500] /Contents 4 0 R >> endobj 4 0 obj <> stream xœÍ=Ûn$·±=+�´# –4Ò®4Úµ<‰ãÄñÉvº›Íf÷c®Èk€òâ·ç A ùÿ‡SÅK_Ȫžêµ=–íj¥©b±XwÉr_Àÿ>à_m]æ�Þÿý»ýöîÇåÞTøøÑ]àðÃïöý·ÿ ß6�AÐõëð·ý¿�ƒ«u™+máü·¥ÊM׿‹á[„øýÇýoÿü;øï/û²Úüß}OfÙ5yÓ´û²Ì«Bí?~?þøwûÛbÿßÿÛ�eÙ*{•�d§ðÝú×û�ÿÜÿéãþ¯£9õcÁ´ÆÕÓ�t^µ5~´0Ô0'ÙYvž½†A6ðun2U®”)ÇÇ8ˆ¯³û+ÿ�Køô¾®ìu››RñŸ>ƒ‰|[”p u—«®áN²Ï`Þ—ðùkøº±¿j«¼Ð-cÉÏnþ:‡åf?ºÎ¶Ù•¥êÌÑoòÒèbɘÌ@7¹jË®#@>¨Bçuk€ûM^Àú|ücøÀkK%"²ŸTM®Ý”þHŽº6ØQÏÂÇ»ffQ^ÁÇoàˆí—E)’Fÿ�+`Ä |�ÒòUë¼ëêyùšŠñré\Oˆ@¹Þ �n^ub<»\@l²WnVE^¶³K尖ݼ¼\§^yNÕEÞÖõg7–Š+ÔEøscÙuy7Ïß5Œqç8 òv^¥2+A‚Á®˜,Y ¿"®¬,1ËÜ€fuÕü2W…C5³ÐÛì>{“½µ#T x¦›£éÁ©t^6UQP–#"²Tˆ�€nžÎ‚§ð<{ÌvÙ£ã`RäÏUS‘!p´Ö`®Aßg;Ëž²wÙû쾩9ñ»‚O~ž=g_d;~Â] Æ»ý3>óæJùÔ|Axš:ùqÙ2`ËÿcŸý,ûyö%üýøú*ûŠšPQ–ÏÆyhïRÁM—ê¾=äRÿ‡Ø¥‡�i0j:‹S/�ªíâ^[÷¸¶.òÜ# ïÕµRçV©`CYÉ¡/€€KøûÊy‚ñ>³ÎìÐç|dY ·7Rì·@×@Y… Ú0öäWÛì(¹…P†cI ûÆRÿ6H ªtD×ì9ð`g~â ™Š_’vjÚA),ŽkG�qP‘±"-å”Ý>äúÔXp™à®Áh¯Âº÷³-©•_\›.ZˆkÀp\Û ünàÊ°Çڮجúʇˆ`ž:\)† .’@c:@·EM¢Äãè�zP¢®+Yx’»î@ÿ˜ Šò9àœÑE×j9ä*9÷íwÁí·´²²ÌwÖ†U7rk}ü:(.;E8¡,ðiÝ5ÇS\fÕ51h$¯í¢½wl!|® Ê5DS+ó9 ºôèž�µêYh€ð¢åÐÅÔú>Xý]e[Ǿ V�#¡Ž"Z¶F:æ³s°p FÕ‰¶yè‹?Éå�ácC ´ð$õhá_Û¥›Xxä moïÌËàxŽ u…ž6u-m¬™¯A<\Ît™ßÂ4�]nª¥iz®MÝícéÂøáuÈ.+ŽKMݦv%ÝIŸ…0+ÃÆöI¾ö ¤rÀ¦®—`xðzP¥–Ó°éýê ëR¿›³ oª&�¤cf¡!–gX ÔØ“©‡ž›Qi’õ'ëPu©ñ°àE1å•|àòÑÛ4>WˆÇ�´®E¬éâÊ€£ Œí®ú1!PLdOÀcb™†YÝ°îxV±YAQ}ô±öv¤¤eÇbI8�YÆvšep)9 Ÿ&—i¨ÂU•ë:öó.1«ˆœÔ•´ ÐV¹i�\pE¿5¸iM›¦:M„™PƒvC˜FÜv–•¯t…‚Äóà}ó`'Ú©¹u•[„¥…²ªížÿ‘w]жb`xÑ÷5%󽜸JÐP“‚0˜öJE;GéGä½Ïzü+ëàß÷’`è ײ0ÚtjH›£nºþÌjýYÈŸ!ª¨KÓRæ$7ê˜-/NjÛ¢¼Ž„tÛ‹�6³º£¤÷‹‡Szü²Òn°VUºÄéFS‹¬UÃBêOÞ¨&¡î`lÞ6IÀ‹¼,•©´Æï ݶ˜äEcÿ3NPfð~éw¶1šmŠBLÏ¡jäCcgµ4Ä䦑¯ÇÎ'¶(ׇìÞO¶[,àðΪxõéUÁ8…�L,·g"!GÆ«/i™R M¨”ôÁ57:}0y\+›�|vF`€¤£Zvë��ð~º¸§-…_».läp4‘+í8øÈ2þâ°Î \ E¼ÄPßY)Z¬TÄ0¢'?7Ÿþ;¬È2A ëàKúÃH jX_£¥ÁÈq6µ/†L- pÒe,`‰Cd HHÚpÛ)¼¸•„„™21 bHÒ ˜®•Â“A<úW‡Í ·XÛI,6$A¥¶1tÕJ¾f}›[ŸÀɶŽ³X]QÞGR‹�ÕÔú÷\CÝ<ñAÙ.dêôÞ¥‘òt"„5 ÖÕyˆ©Ö�s�-¡gUÁh¡Yö³jŽ’D›4ë^ýyÏæGªP¶ÿGÏ�‹ÊÏ<ûæ]ÃôŠ©¼Œ+ÙgžñWÁ8r1Oéz úÄÇŠÒ}pªdpàæÀ45úR{”mQq\Ò“Y1º$‡_Ö9¤/ ö•J˜¸(Ê&¨HüªæÆOaÏ*[œ¼þt©ÎAå†ü3,wî)ê‹@ÅNAÛx©D1~<$Õø,¤u©~Qü•ý1$ñw"@±4§ ‘"÷Ë©qÊg¡Ç€‹øð|™=øœÔˆ´WÛ“H‹µÁTZq*°4V4±û±§‰° 0'áÄçH襺ì&.êë:Ì”óâ ž"€ˆ¦ ³éGQO×ØWfÄj8Jêx!(¾”tFV}(~€\`æ³t&À^”à©YýÒ€_NÚ'óA�oã�Î$€w‚mØðPÄçù˜ %…�7K¥pÚ±Iø`ÔÞZã8Ùêä:H<ó\䢇ϵ?U¿²F1e^æê†Ý&1-H¾ Äo¹W½$*x)1½h?Ô¶iÓ}ç!l¿â]«ø᧾vç÷ß±1ËáSBÃv1�x8µ$ÒObV/ Ž÷-ó8¡[P `æ{âï^lÙS¢üÆw«Ü‡¬�ëË!¡ßØ¢g80ÓÇÇŒM˜2q;éK Ä?Á ºÑÃM':/«z**ÉyìÌ^o24=Öé1·×>ŽJ�a·Ã)ÅXûÓÑ#2 k‹õD0ûûÔå¶@‚ú„,\Sp¶Äd�ûu0*\Îb'NÕêÞúÓg£Ž“FÏ�’KéðzâÃÜy#V,ç$<åš–Ðþöak#ù_e®ÿØw_¶¬m}Áñ4ögÝY7÷Î5ç…êk“wšr×m^+²ôÀ‰QîÉß#ðèÛ‡>£¦fz¹S[¿¯$Ÿ€³L6`ÚŽÚn*ÎÌÀŠe™„?`-é=êÃ|ð¡?–¡#42¥ÛÛâj:=ÐKŽjûô ;ªÓÚä%Øñd+˜Z7:ºâgØ-ñ6õÌq>È}£9Jª´Çõ±?áÜw¦ÕQ9Qñ9þ �ç¾q|ŽÂà9Š¶¨¤Øm…0m…�8„E–Ÿþ ›¸¿ Li—Z;’Ó-d,õI=½b kÊ»H:NˆAwœ8„â@Â.(º9øêÀÌ™$šNjÚJ<®°ÍV+©l¥~AÓIJø›OVÝcŸ§»öÇ®6Qµg¦œ¹Riz÷/}•Üq°`n)â¼™a´Óÿ#ª 7óÔô%ó™âg a€RGmÿökmúò°Î™=I£ª�maÍÓèO šI8~DŠA¼BB;ŠHØp€îÊ_¤5 XõÌ>)bjÓ5¸´AܺOZðàC]JŽcQçJB<-ô//àb/aÿdS%Mé¢ Z2“ÐÂàÁBð‚5ÙP× ú.‰1ÅGÈq‡Ëõ†cOºà"-Á¶¸Ôì=H¶‰>|Š™Ntôƒå0s ø-§àdjÊù3ˆI³‰oýRo£¬7A)$ÖªŽM³Ðv{XI±‚�ÖR.\k’ ¼;Òžþÿö×ör»oÆ-ƒUÎNGG®%\…3_BMÇÿŸqlãvW®²Ñq±®ck™ «“RÀ³?›Ê]F'w’ÎÍ>jžHwÄä°ã+%Ï£õ7•TÛ~€Âé_–hÛgþ.¿uv3ºy�nD·ö¼ö6¦h’ÝÐS�Úµ“ZÜVí�ŒR†A‘tÏ\ªÏô†å ‡Edï¶öæè+»Uqƒ[qMìÝÍŒygï•p;axÆ?1íã)G·JÜ[%_óäì)t0²eØ&Ø9ècʧZ�²¿4oðòndøpc¼Iâ˜�(zc™Øïð� åÿ¶žŒµÝ.Z�nQUVáÚNÂì‚8•9‹ë�4®aGŽüãTf)Ú[Këºç4©x}¶¡6äünØÂÆ()ä.Zàz ðEÖߎìDìÆb{réL™8ÇUï)½³2jC)çÜð�XÝêŒÉž¸©Pu—¤&ÑÝ8š�]÷éÎ@^ì¥åâÊqr(‰¤Ì2XF‹rÕÚÄOÍ 8µ¦•vx0¡bõîG©/RœkfÎ=ó6ã´%†˜Ï´1Gß[ö£øn�Í™*‡‰sûëÕW#c“leÍ@ßû¸gÒ;Ág@ñmô«7ËA?÷f£¡¢À8§°×½ù3Þ1à*°í€è6°±>ZLˆ[ü•}FeDžCmåÌ¿lï�HH¹‹$Á·vòýÒ)6Pøq*¶‹ôlëû>�ÑÎÈ«–é©s]˜äÑ·DCæU1�m?RLžvú+Tì;ûêÉzlWÓ›ëgpœºÊÇ".~11R«Ì]Z8¯£$¨ó³kÿöÏàµ"NàŽ¹ñhíCèÛÞ׳-CťŰ ©ž kô¶"›z8Ú=‘hn|´ñ¾ë׳l¤±ÝpwÚ"Õ‘ °MW‰ÅGÖÝõÒC\w9�ø�-ǽêÞÝÃ$…¶ñŒW÷¨V£ uŒ’u…ðTÀÁ» Ih¢u°–Â.ª‚S……Ep …ø\C º`‹•®Á,i'K«ieZ|rñرì¦ÑåÐUk˜Ë�ê¼êâê]¨®ÎÝZÝźƒ‹ŠÉx¸ËŠ½E,i7æÁ; -à÷+¼WøH|=¼ ðNÀÉçz ‚3VZG§L�öº±~ÃoZh¥´“õX÷ql†+˜�Ñüjè·nÄQõ5€kf§û%\î†ê7ìUV©*ׂ‡-²MO—¨'�h¸é¯üõÛQ¥–½ �¤yÁ9X¿�ÃV×¢÷<ïÑÈ‘3[±µ�LCÇ=DÂc_Æ7tô¾¸©¥tÿf*=éáż·Q‘FK¦,I’çb"‰‡IÖ× SK±ÜX&a\öü9.’"ž–NâHLïm~�e“Ïv‹g#Ï ÉÝs,Ä/�ÝôÅÔ e(žÑk6}Æ"ƒ‚Kª‘%éÙ«W}ËrÈE uËp–D#�º;Ôÿ8][A±¸ís<Œž¶�ÁrïCoŸùø´Ù°uhÉÊÖ_�ª«ª™áCa›¬²^¡'8£B'åµÕŠçþžÌ sK#MñD¸`eóðäØy U-M°)>2µàľûiÚc^ L&ÌÃïÕt“À/Dw…[r ~ÙqÓ^~'E KFÿZ§ ü•q‹Å8ðƒØ×T8éØwãž™k-RÈ·¶9äÒ~ÝG*‚g\Øû \òë5¾—äPêÙè\›æ…=�Rçµj‰›l‡xS4¾ñØæm3Æg`ÄwU#|GU¾ôOqŒšûÞAƒ¸ Ç�v»wþ¸ýnÔÎY«™Ìµ¦œµ8…# w0:ÎÀŸ i¸Œ·N=Ö`ŠC§Üì{ÄàâC¯éÁ ®��úIK6û¤Ì€¼šúŵaš29~ŠYﳕ¶ jØ R)¼è>}„TÄ{\6| Þ‹»¢�„vYËn\›á®s´Tǽ�3ïÅÙ—ï8±!°¥¯»h.üÀ®Á±¥´ WyI‰kUÈÍè”IJZU:vðŠá+U-º_ºÃ{ÜŽX;‘êrS%ç(PIÑl3÷üõżÊl™¼�vòŸîµ›ì>™:@Âf¿Ñ%F6¼é+±øb -o>ªóôå ¾^Át’£?[}½ËF¯93]³ÅJv5?N‚†—Ç&ÏÖòNýª€xÑûÁ¡óðLÏà×T1sêSìp D'U#³êÞT}ìSó¹£?áü†{5mr ç¯ûÿ1`Â… endstream endobj 5 0 obj <> endobj 6 0 obj <> /CIDToGIDMap /Identity >> endobj 7 0 obj <> endobj 8 0 obj <> stream xœ¬¼ xÕ¹0|ÎÌH3ÚGû.�¬Ý#KÞm9"ÇK;Ø�ÍN0v6vˆí¶’Æ”BH Ä¥”ý’ta¹¥½Qœ ”b¸)eiJzKiË-�¶)…‚Û´ \Z°õ¿çH áÞ~ÿÿçù4>û~æÝÏ#ŒÒ Ä"ñ¢Íë7ýgöÒiÈy \óE�aù³fÄ_¹|ý5£<£þÄ?']tù•×|÷1áa¤§/½ðòØ=âc©ëFÇ7�fßyÑ€�À!dêÚxÕ•Ò|í['rö"Ä¿qÙ–�ë‘öük & ý÷/¼ìÚnºêÀnHŸ@è‚%tn*ýÑ5®;k‡M¹·€Èó?OÂøhò“+çn‘`¤«À´">šïBkDôÉ•ÿx[DåüÏ~iš“FE9ô/ˆGQ†YG¹÷‘ 1ÌwP“E9˜x'8ÕÕYd†8Ã~-…²³H„6¨k€¸ÂàVBÜaZõ#$²~´ BÒþ RÜYL¶¸úèåPñï�î‚x7”•ÛŠª ïÕjTmÂ�Aÿ¨s\ Ü è¯šôOÊÁ-�qžƒ6‚>:T?*þ^Y´j¥’_xVnA[¶µ¥¹©±¡¾®6“®IÉÕÉD<�„«BR0à÷y=n—Óa³ZÌ¢ÉhÐë´�W«8–Á(Õî‘ ±‘/YRCÒáõ�±þŒŒ‘‚YÝŸ¯S�Fh5éó5¨yÁ«©”j*§kbQÊ¡\MJê K…£�ai¯=g â_éJ…Y_Nã“4n€x( ¤.×E�R�H]…î«.ÚÝ5Ò ÝÐi;›µ5)t@«ƒ¨bgxô v.Ä4Â8»Ú0H0À¤ žpgWÁî$3(°Ñ®õ› ýçtuzC¡ÁšTwlo( ð¢‚I¦UP¦ î(ðtéb²t«t 5³û¶im‘õ›Â›ÖŸ7P`×’1Ì2ŒÛYp^wÂõY:·tì<³ÔËîîr],‘äîÝ;¥Â¾sÎ, pú(0Ñî‘ÝÝ0ðm°…=+$‹¹ip €o‚%²²¦Òê6‡»HÎÈ%RA^¾h÷%#ðb<»èÜkCS�r¸xyº¤Ý+¡BÞ\ßé;`C»Ï½ö [‘ÜŸ/©IÍ¥m=`4•#zÙ‘ͧËhŒV'±žsOï+&3 /p(H%˜É@ÖÔJ¼Íh÷ÆV¨¿A ›à}\\ÐtŒìÛ _$íª¨–vˆàý‡g?ø|ÎúrŽ:*~ˆH”@Éi@ƒòJ¼ Ë…êj |¼Q˜ãBšnªI]5Í£¢lꇽ]?Ø–�Í…Èë½uZA Q˜8g ”–ÐïR2ò`�!%3•û*R2Q)9Ý|$p|ˆÒ${Aˆ�þ3‰k×Emìø)Þ\*ïYî9gí€Ôµ{¤¼·=+?—*•·ž.+Çp© 6¼ÀEa§–†ôÎ];@2àOíw]<²P æX°v°^f°c¼,í à÷¼Ó=“Ä€žôÅEÕþ7Mó 0ÍÁRwAYRòµ¡Ðÿ²Ñtñ$iEƒÏš•×Th“?Ÿ^ð¹ô禧ßÍ„¹Ó³ríîÝÚÏ•u±Ú½»;,uïÙ½~º8±!,‰á݇Ùv`÷h×HåõOŸºÕ[è¾mqnÐfТa|Ë9|ËŠµ‡�åH·¬˜b0Ó1²hð@ÊK)4—!¹$“$$’@=°bŠh}ïa¡ ZÊÑšÞ8�Í*ymœfJyb%��<®”§Ð<ò#”¢cåÀ™0@k°`ê0ZÉ~p�æÛíì 4¾‡ö²¿Goƒã€ƒ� ÷{”7 ñ"8Uq†ýÍÁ®®zeB9MéD²þ0)˜òøêŸaÃ|ÅQ2ÞžrxiÉ[S‹•#Í¥ÈÁêšú·Ûµì[èÏàö-öm”(µ:˜Hןl7@f¿ˆL£ ÚǾ‰ रoŒÄê÷>ËþÊ_f_B›h³—¦æzèðGì“È‚‚ììãå’ÇÍõ¨}+pJŒfÀ?î8¸“à8´…}í ·Ü~p2�—×GrØÇØÇ`žA{øp[ÀíÇÁ~ò/%>û({ ª‚¶·±w";„·²_£á·!ô@øMÈ@ø H“po9}?„¤ü¾rþ½�v@xO9¼ò½Þi~½œ¾ŠÝFÛ]Y÷±[§A±= å¸Zp,Äî„Ø�°uwB ��ÙÙËèH ¬‡ðòRÛµ}*¦ïhûA§»~lévØúí°sÛaç¶#Š®¯Ô¹¾T§†½ê\u®‡:×îԲ[a¼ðÂø"8 û¾ö�äÀŸwŒæüIpûHŠ½ö1 ³ÚÅ^2•�]x0«ÔçŸf/€Vغýõ{>Ki´!4–C©»™–n>¨Ñ“ÜÍ=þRµ.m7²ÑÀ1È~\#¸Np»q*’ >Åž�.�bî`v°;¸*®¶[žeëQ?H£AdakP*$ƒÃ9Ü2¢ÕLhXQ#ij5Š¦_£ÚÂî`÷°l�Í°y¶�fUÓÅ™)¾e±ºaR·OWÐÍèŽéTõŒú˜ú¸ú¤Z%©kÕŠº_=¢UO¨'ÕûÔšIõ$ÏŒèFu:VÔIºZ�¢ëש‚<Þ×~»�°ðEp£à&Áq°ÇÃ�/±çƒ†·1[q>ä#ð¤DpÇ ~B¤LPÏõL�k‚\ä"ðII?¸p£åRõé’JRÿ$)‡R#äao�ƒ’ÄÀ-ƒ”RH Ö1æS˜¡¾®K󎃨¿RV[.§¦å'i�J™BÚ2Ÿ*ëã3I\Hâ}I<™ÄJ.ß^¯T�g±X†ÃÃÑáÄðCÜ–ð–è–Ä–‡¸¾p_´/Ñ÷—ç£ùDþ!.ÎD3‰ÌC\0ŒÁ‡¸=½û{Ÿí}µ—îÝÒ»£—m�WwpJ®§aU”„�O¹=õ-¦öÌ~XÎ0ø{Á½ ŽEAð3àò඀ã˜ýà™ïAî÷ ÷{ j|Ú|6ûmð�¼€,—‘ü½´ŒÄH9ó¹rþÝ©¶†¾öe@r‡ÁíÇBßß…òïÒÚ¥Ø~š_ ÿ8Íï+×ßGóƒàWÚ°@àÖR2·Ðo-ÿµhÜ(8z•]Ìa éü ¸QpûÁqìZxÖ°k˜ïÁó]æ»lJ1ÔÙƒÈá >c1b»ÈèøQêßCý]ÔÏS?¢—>ZføÁ2ÃÍËqˆ0 ÔwR?¤èÚ ‡Ú }í†d»zs¢hWv꫉�ߧþÙÔO)¶�áï!ÃßB†¿„ÿ2Œ…g…H;à®�±Q_G||õ—Q?¦è‚†‚†5ACKÐÐnÀb-¢~€ú^âã¿2uš�æiüWÔ =á©\2,™¸8•k‡`~*·‚¹©Üƒüc*÷µà÷ñß1eiø£©È‰`»ŸÂK9’þ[9ü^Šƒð$„Bø0Êá(„ßžÊÝ@êÚßéo¢*�Ôÿê§íöâ¥4ÿ_Êí˜Jm€QïŸJ]£Þ‡RtÔ»§R' ÷kS©]Ü1•º‚=SQ2ÁK¦rÕÁv3¾ERw#Š2d&½å—@Ï—A¸¸Ô¸k*EZu’¦qÇT¸‚8™å÷qõÓá‚SaºH? Ó.|(L'íEQ±‰NÞ 0 …©ð ЋúPôDð¿rO“…£±iêÁàï¾ë[ Éßâ¥S�z˜l×TðÕÔ4Ž>üIøéà#ÓxõTp&5-@Á³©i?<
Pembahasan tentang hukum riba di bank tidak dijumpai dalam buku fikih klasik. Karena ketika buku itu ditulis, bank-bank konvensional seperti sekarang belum ada. Untuk memahami berbagai masalah seputar bank, kita perlu merujuk kepada penjelasan ulama kontemporer, yang sempat menjumpai praktik perbankkan. Nah, hukum sedekah uang riba atau bunga bank ini bagaimana? akan kita ulas dalam artikel ini.